Merespon keluhan warga Perum Bumi Gandasari, Desa Cigelam, Kec. Babakancikao, Purwakarta, Ketua Komunitas Madani Purwakarta (KMP) mengecam keras kebijakan Pemerintah Kabupaten Purwakarta terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dinilai memberatkan masyarakat. Kenaikan hingga 500% di sejumlah titik adalah bentuk kebijakan yang tidak masuk akal, tidak adil, dan berpotensi menimbulkan keresahan sosial.
Purwakarta, Infoindependen.com – Ketua KMP, Ir. Zaenal Abidin, M.P., menyampaikan kritik dengan nada satir.
“Kalau logikanya seperti ini, sekalian saja naikkan 5.000%! Biar terang benderang, rakyat diperas habis-habisan. Pemerintah daerah jangan bersembunyi di balik alasan teknis. Kenaikan ini lebih mirip pemerasan legal ketimbang kebijakan fiskal,” katanya, pada Sabtu (20/9/2025).
Menurut Kang Zaenal, Pemkab Purwakarta jelas lebih sibuk menutup borosnya anggaran aparatur ketimbang menggali potensi pendapatan yang adil dan berpihak pada masyarakat.
Fakta Lapangan di Purwakarta
1. Kenaikan di Perumahan: warga melaporkan PBB yang semula Rp 37.075 (NJOP Rp 394.000/m²) pada 2023 naik menjadi Rp 110.693 (NJOP Rp 802.000/m²) pada 2024, alias naik sekitar 200%.
2. Stimulus yang Membingungkan: Bapenda menyatakan ada stimulus 100% sehingga masyarakat tidak merasakan kenaikan. Faktanya, di lapangan, banyak warga justru menerima tagihan PBB dengan angka melonjak.
3. Tarif Resmi: Bapenda menyebut tarif masih rendah (0,15–0,2%) dibanding batas maksimal UU (0,5%). Namun rakyat tidak bicara soal tarif abstrak, melainkan soal angka real di SPPT yang melonjak berlipat.
4. Kurang Sosialisasi: Banyak warga mengaku kenaikan muncul tiba-tiba, tanpa komunikasi yang jelas, bahkan ada yang meragukan validitas data objek pajak.
Pembanding Nasional: Purwakarta Bukan satu-satunya
Kabupaten Pati, Jateng: Kenaikan PBB-P2 hingga 250%, memicu protes warga.
Kota Cirebon, Jabar: Ada warga yang tagihan PBB-nya melonjak 1.000% (dari Rp 6,2 juta ke Rp 65 juta).
Kabupaten Jombang, Jatim: Kenaikan hingga 1.202% di sejumlah objek pajak.
Kabupaten Semarang: Kenaikan hingga 400%.
20 Pemda lain diketahui menaikkan PBB lebih dari 100%, kebanyakan dipicu penyesuaian NJOP sepihak.
Zaenal, Ketua KMP menilai fenomena ini adalah tren nasional yang berbahaya: pajak daerah dijadikan jalan pintas untuk menutup kebutuhan fiskal, dengan rakyat kecil sebagai korban.
Aspek Yuridis yang Dilanggar
Padahal, UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menekankan;
Asas keadilan: beban pajak tidak boleh melampaui daya beli masyarakat.
Asas kepastian hukum: perubahan pajak harus jelas, bertahap, dan disosialisasikan.
Asas kemampuan membayar: rakyat tidak boleh dipaksa diluar kemampuannya.
Dengan menaikkan hingga 200–500% tanpa tahapan jelas, Pemkab Purwakarta telah mengabaikan prinsip keadilan pajak.
KMP mendesak:
1. Cabut atau revisi kebijakan kenaikan PBB-P2 secara transparan.
2. Libatkan masyarakat dalam penyusunan aturan pajak daerah.
3. Audit independen atas penetapan NJOP dan potensi permainan data.
4. Hentikan pola pemerasan legal yang menjadikan rakyat sebagai sapi perah fiskal.
:
“Pajak seharusnya menjadi instrumen pembangunan, bukan alat perampasan. Jika Pemkab tetap keras kepala, kebijakan ini layak disebut kejahatan fiskal terhadap rakyat Purwakarta,” tugas Zaenal. (Kontributor: Jimmy G.)