Dugaan jual beli tanah hibah yang dilakukan Kepala Desa (Kades) Tanjung, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, Muhammad Annas terungkap oleh ahli waris. Ketua Dewan Pimpinan Wialayah Pemantau Pembangunan dan Kinerja Pemerintah (DPW LP2KP) Riau minta Polda Riau dan Kejati Riau untuk memanggil dan melakukan pemeriksaan atas dugaan penjualan lahan ibah secara sepihak oleh oknum Kades Tanjung, pada Rabu (24/09/2025).
Riau, Infoindependen.com – Seperti di muat dibeberapa media baru-baru ini dengan aroma dugaan penyalahgunaan wewenang kembali mencuat di Desa Tanjung, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau dimana Kades Tanjung, Muhammad Annas diduga terlibat dalam praktik penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) palsu di atas lahan ibah yang merugikan hak ahli waris sah serta memicu konflik agraria di wilayah tersebut.
Informasi ini mencuat setelah Jastiar, ahli waris tanah leluhur di Dusun Lalang Suir, menyampaikan pernyataan terbuka terkait klaim sepihak terhadap lahan yang ia rawat sejak turun-temurun.
“Tanah ini bukan hanya lahan, tetapi warisan sejarah dan martabat keluarga. Namun, justru Kepala Desa secara sepihak menerbitkan SKT atas nama dirinya sendiri, bahkan menerima kompensasi dari perusahaan proyek jalan pipa minyak melalui rekening pribadi atas nama Martono,” ungkap Jastiar.
Menurut Jastiar, tanah seluas perkarangan makam di RT 006 RW 002 merupakan warisan keluarga sejak abad ke-18, dimulai dari makam Datuk Panglima Syeh H. Muhammad Shaleh (1733) hingga saat ini, Senin (22/09/25) lalu.
Lebih lanjut Jastar menyampaikan, pada tahun 2022 Kades Tanjung disebut kembali menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) atas nama orang lain di objek lahan yang sama. Bagi Jastiar, langkah itu bukan saja bentuk penyerobotan hak, tetapi juga dugaan pemalsuan dokumen resmi dan penyalahgunaan jabatan sebagai pelayan publik.
Tanah yang disengketakan tidak sekadar memiliki nilai ekonomis, melainkan juga nilai historis dan spiritual. Di atas lahan tersebut berdiri makam leluhur yang sejak lama menjadi bagian penting identitas keluarga besar.
“Bagi kami, sabung Jastiar, ini bukan sekadar soal tanah, tetapi harga diri dan sejarah yang tidak bisa dihapus dengan surat palsu. Tindakan Kepala Desa jelas menciderai kepercayaan masyarakat ramai,” terangnya.
Jastiar meminta agar seluruh dokumen tanah yang diterbitkan sepihak segera dibatalkan. Ia juga mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan pemalsuan surat, penyalahgunaan jabatan, serta aliran dana kompensasi perusahaan yang disalurkan melalui rekening kepala dusun.
Selain itu, ia mendesak Bupati Kepulauan Meranti dan Inspektorat Daerah untuk mengambil langkah tegas, termasuk memberhentikan Kepala Desa yang dianggap telah menyalahi sumpah jabatan.
Kasus ini menambah panjang daftar konflik agraria di daerah, sekaligus menyoroti pentingnya tata kelola pertanahan yang transparan dan akuntabel di tingkat desa.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Wialayah Pemantau Pembangunan dan Kinerja Pemerintah (DPW LP2KP) Riau saat dimintai tanggapanya menyampaikan, meminta pihak berwenang, yakni Kapoda Riau dan Kajati Riau untuk memanggil dan melakukan pemeriksaan atas dugaan penjualan lahan secara sepihak oleh oknum Kades Tanjung, Pekanbaru pada Rabu (24/09/2025).
“Pasal yang mengatur tentang menjual tanah orang lain adalah Pasal 372 KUHP. Dimana dalam Pasal ini berlaku jika seseorang terbukti sengaja menguasai dan bertindak seolah-olah sebagai pemilik sertifikat hak atas tanah untuk menjualnya,” terangnya.
Secara hukum, dugaan perbuatan Kepala Desa dapat dikenakan pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), mengatur pidana bagi setiap orang yang membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban dengan ancaman penjara hingga 6 tahun.
Selain itu, ada beberapa pasal hukum lain yang berkaitan dengan tanah, yaitu:
Pasal 15 Permendagri 4/2007 yang melarang memperjualbelikan tanah desa, kecuali untuk kepentingan umum.
Pasal 2 UU 51/Prp/1960 yang melarang memakai tanah tanpa izin yang berhak. Dan Pasal 385 ayat (1) KUHP yang mengatur tentang tindak pidana penyerobotan tanah,” singkatnya.
Saat di konfirmasikan Kades Tanjung, Muhammad Annas memilih bungkam. Sampai berita ini diupload atau diterbitkan, Kades Tanjung lebih memilih diam.
Dan Infoindependen.com berusaha konfirmasi telepon lewat WhatsApp, Muhammad Annas tidak diangkat dan enggan menjawab konfirmasi. Dua kali dikonfirmasi via chat WhatsApp, Kades Tanjung juga tidak menjawab. (DH)