Tarakan, infoindependen.com – Warga Desa Seberang, Kecamatan Sebatik Utara, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara resah karena lahan kebun, dan sawah mereka, bahkan beberapa rumah penduduk berada dalam wilayah negara Kerajaan Malaysia.
Ini dipastikan setelah dilakukan pengukuran ulang tapal batas kedua negara disepanjang Pulau Sebatik oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) Indonesia bersama Jabatan Ukur dan Pemetaan Malaysia (JUPEM) pada Juni 2019 lalu, ratusan hektare (Ha) sawah, ladang dan kelapa sawit dinyatakan masuk wilayah Malaysia sebaliknya ratusan bahkan ribuan hektar lahan yang selama ini sebagai wilayah Malaysia masuk dalam wilayah Indonesia .
“Wajar, dan itu manusiawi jika warga saya gelisah,” kata Haji Zulkifli, SE Camat Sebatik Utara melalui telepon selulernya kepada infoindependen Perwakilan Prov. Kaltara di Tarakan, Jum’at (11/9). Pengukuran ulang itu sendiri kata Zulkifli, sebagai tindak lanjut kedua negara menyikapi Outstanding Boundary Problem (OBP) terhadap garis sempadan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Negara Kerajaan Diraja Malaysia yang belum terselesaikan sampai sekarang.
Menurut Camat Zulkifli, hasil inventarisir dilapangan terdapat tiga patok dari patok 1 – 3 yang bergeser ke wilayah Indonesia sejauh 30 – 50 meter atau 2,16 Km.
Sebaliknya, di pihak Malaysia pergeseran terjadi dari patok 3 sampai dengan patok 15. Makanya, ia menghimbau warganya agar tidak terlalu khawatir, “Lakukan saja kegiatan seperti biasa sebelum ada pengukuran. Jika nantinya tata batas yang baru ini sudah disepakati kedua negara, kita hanya menunggu restu Presiden RI Joko Widodo. Kita yakin, pemerintahan pusat akan memberi ganti rugi atau tukar guling,” ujarnya.
Bagi beberapa warga Dusun Lallesallo, Desa Seberang, meskipun belum ada penandatanganan antara kedua negara beberapa penduduk memilih pindah dari dusun yang selama ini mereka tinggali. “Kita tidak mau membuat masalah di negara orang. Paraturan dan hukum di Malaysia tidak bisa tawar menawar, daripada kita mendapat kesulitan nanti, bagus pindah sekarang,” kata Risna seorang ibu rumah tangga kepada awak media di Nunukan.
Tapi, ternyata, bukan hanya rumah penduduk Dusun Lallesallo yang berada dalam wilayah Malaysia. Jika rumah penduduk berada di wilayah Malaysia itu terjadi setelah ada pengukuran ulang. Berbeda dengan rumah penduduk yang tinggal di Desa Aji Kuning atau tepatnya di patok 3, dapurnya di Malaysia, sementara kamar tidurnya di Indonesia.
“Masyarakat kita bukan tidak tahu ada patok sempadan, tapi mereka tetap membangun. Pihak Malaysia selama ini tidak pernah memprotes karena sadar belum ada sempadan yang jelas disetujui bersama. Tapi, untuk ke depan, jika hasil pengukuran ulang ini sudah disetujui dan ditandatangani mereka akan bertindak keras,” jelas seorang tokoh masyarakat yang enggan disebut nama di Desa Sungai Pancang.
Tentu, sangat beralasan jika Camat Sebatik Utara, H Zulkifli, SE memasang papan peringatan di depan kantornya di Desa Seberang. Dari arah Indonesia ada tulisan, “Perhatian. Anda memasuki Wilayah Malaysia” dan dari arah Malaysia atau sebelah tertulis, “Amaran. Awak limpas sempadan Indonesia” Ini dimaksudkan agar setiap orang yang datang ke kantor kecamatan yang letaknya 30 meter dari garis sempadan menyadari berada di zona garis sempadan, ujarnya mengakhiri pembicaraan. (SL Pohan)