Praktik pemotongan dalam jual beli kelapa sawit, terutama yang melibatkan masyarakat dan peron, seringkali menimbulkan masalah terkait transparansi, keadilan, dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip ekonomi. Pemotongan harga atau berat timbangan yang dilakukan sepihak oleh pengepul, tengkulak atau peron dapat merugikan petani dan menciptakan ketidakpercayaan dalam transaksi jual beli.
Inhu, Infoindependen.com – Petani kelapa sawit di Kecamatan Batang Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau semakin menderita. Karena selain harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang terus anjlok, mereka juga masih terkena kebijakan potongan penjualan sebesar minimal 10 rupiah oleh diduga peron milik inisial AT yang bekerjasama dengan Koprasi dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) setempat dengan alasan untuk jalan.
Dari hasil investigasi awak media dan LSM di lapangan, potongan penjualan TBS kelapa sawit 10 rupiah per kilogram yang diduga di lakukan oleh peron AT sangat berdampak bagi para petani. Potongan tersebut secara langsung telah mengurangi pendapatan petani sawit di wilayah Dusun 4, 5, 6 Desa Puntikayu dan Dusun 4 Serangge Dusun 5 Sungai Godang, Dusun 6 Pino Pino, Kecamatan Batang Peranap.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Pemantau Pembangunan dan Kinerja Pemerintah (DPW LP2KP) Riau, Hendriansyah mengatakan, tidak hanya masalah harga TBS kelapa sawit yang terus menurun, kebijakan potongan penjualan TBS kelapa sawit juga cukup membuat petani semakin terpukul. Sebab tanpa dasar hukum yang jelas tindakan pemotongan penjualan sebesar 10 rupiah per kilogram yang diduga dilakukan peron milik AT.
“Permasalahan sebenarnya yang merugikan saat ini selain penurunan harga TBS kelapa sawit adalah potongan penjualan masyarakat dengan peron. Diduga potongan di peron itu sampai 10 rupiah per kilogramnya. Info dari warga, bahkan kalau menjelang lebaran Idul Fitri pas buah banjir itu ada yang sampai lebih, itu sudah penjajahan,” kata Hendriansyah, Senin (30/06/2025) di Pekanbaru.
“Potongan 10 rupiah per kilogram kali 5 ton itu lumayan duitnya. Artinya kalau 1 ton, 1000 kilogram kali Rp 10 sudah berapa, kalau 1 ton sudah Rp 10.000 duit yang di potong peron dan ini tidak ada dasar hukumnya,” katanya.
Peron milik AT diduga menjual langsung buah kelapa sawit ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT IP menggunakan Delivery Order (DO) dokumen yang dikeluarkan oleh Pabrik Kelapa Sawit atau agen yang ditunjuk untuk mengotorisasi pembelian Tandan Buah Segar (TBS) dari petani atau pemasok dengan atas nama Koperasi JBIM dan Koperasi KCK,” papar LP2KP Riau.
Seperti yang disampaikan masyarakat kepada kita, sambung ia, ada hasil Tandan Buah Sawit tersebut diduga ada yang berasal dari hutan lindung dan kawasan hutan TNBT,” uajarnya.
Sementara itu, dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 1 tahun 2018, disebutkan bahwa jika buah yang dihasilkan bagus, petani mendapat insentif sebesar 4 persen, kecuali buah tersebut kualitas buruk. Namun, bukannya mendapatkan insentif, mereka justru dikenakan potongan.
“Harusnya kami dapat insentif sebesar 4 persen dari peron, karena menghasilkan TBS kelapa sawit berkualitas jenis tenera, ini tidak malah disamakan dengan kualitas TBS kelapa sawit yang dijual oleh RAM,” ujar warga setempat yang indititasnya tidak ingin di sebutkan kepada awak media, Sabtu (29/06/2025).
Ia mengatakan, kualitas TBS kelapa sawit yang dijual ke RAM cenderung beranekaragam ada Dura, Tenera, dan Mentah. Sebab kebanyakan RAM dan koperasi membeli buah dari banyak petani sawit.
“Kalau RAM dikenakan potongan oleh pabrik sebesar 5 persen wajar, karena kualitas buah mereka campur-campur. Sementara kayak kami yang menanam sawit jenis Tenera masa juga ikut dipotong, seharusnya diberikan insentif 4 persen oleh pabrik,” tuturnya.
Ia berharap, pihak berwenang dapat segera menanggapi keluhan para petani dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak terkait. Perlindungan terhadap hak-hak petani perlu diperkuat untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan perlakuan yang adil dan kompensasi yang sesuai dengan hasil kerja keras mereka.
“Kami berharap pihak berwenang bisa menanggapi keluhan para petani dan mencari solusi yang adil,” pungkasnya.
Peron yang membeli buah sawit mengadakan potongan harga sebesar 10 rupiah per kilogram. Hal ini berarti harga beli buah sawit dari petani akan dikurangi 10 rupiah untuk setiap kilogramnya.
Petani sawit perlu memahami alasan di balik potongan harga ini dan memastikan bahwa potongan harga tersebut sesuai dengan kesepakatan dan aturan yang berlaku. Jika ada ketidakjelasan atau merasa dirugikan, petani bisa menanyakan langsung kepada pihak peron untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut.
Terkait adanya potongan 10 rupiah per kilogram, awak media konfirmasi kepada AT melalui pesan WhatsApp (WA), pada Senin 30 Juni 2025. Namun ironisnya hingga berita ini langsir, AT pemilik peron memilih bungkam. (Tim)