Tarakan, Infoindependen.com – Setiap kali ditanya soal tambak udang dan ikan miliknya yang menjadi landasan pacu pesawat terbang (run way) Bandar Udara Juwata Tarakan, Kalimatan Utara (Kaltra) Haji Izmir selalu menarik nafas panjang yang terbaring lemah didampingi isterinya di kamar sempit rumahnya.
Haji Izmir berharap, pihak Bandar Udara Juwata Tarakan menepati janjinya memberi ganti rugi terhadap tambak udang miliknya yang dijadikan landasan pacu pesawat. Lima belas tahun menunggu bukanlah waktu yang singkat. “Lima belas tahun menunggu bukanlah waktu yang singkat,” tutur H. Izmir.
Ketika ditemui di Perumahan Jokowi, Jl Hasanuddin, Karang Anyar Pantai, Tarakan, Kalimantan Utara, Sabtu (10/4/2021) kemarin. Lelaki berusia genap 70 tahun ini tahu betul persoalan pembebasan lahan masyarakat, karena dia sendiri Ketua RT (Rukun Tetangga) selama puluhan tahun.
Ketika itu baik selaku pemilik lahan atau sebagai Ketua RT H Izmir selalu mengikuti pertemuan-pertemuan yang dilakukan pihak Bandar Udara Juwata Tarakan, Pemerintah, maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tarakan dalam membahas pembebasan lahan masyarakat guna pengembangan fasilitas Bandar Udara Juwata yang ada sekarang.
Itu sebab, ketika tambaknya ditimbun pada 2006 lalu untuk dijadikan perpanjangan landasan pacu pesawat, pria Bugis kelahiran Soppeng Sulawesi Selatan ini berusaha menguasai emosinya saat mendatangi Kepala Bandara Tarakan, yang saat itu dijabat Husni Djau untuk memprotes penimbunan yang dikawal ketat aparat keamanan TNI Angkatan Udara (AU).
“Tambak itu saya beli dari Embah pada tahun 1995 dan menjadi satu-satunya usaha dan mata pencarian saya, kenapa tiba-tiba ditimbun tanpa pemberitahuan?. Masyak tidak sabar menunggu dua minggu supaya udang yang ada ditambak dapat dipanen,” ujar H Izmir mengenang.
Waktu itu Husni Djau berjanji secepatnya menyelesaikan ganti rugi lahan masyarakat yang tambaknya ditimbun. “Itu janji, diucapkan seorang kepala Bandar Udara Tarakan lima belas tahun yang lalu,” kata Izmir.
Sejalan pengembangan fasilitas Bandara Juwata Tarakan sebagai perwujudan Nawa Cita ke tiga yaitu, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan pihak Bandar Udara Juwata Tarakan pada 2014 melakukan pendataan dan pemagaran.
Dalam pertemuan yang digagas pihak Bandara Tarakan itu Kepala Bandara Juwata Tarakan sendiri mengatakan pemagaran lahan bukan merupakan bukti penguasaan lahan oleh Bandara.
“Ganti rugi akan kita laksanakan secepatnya, maksimal dua tahun ke depan,” ujar H Izmir mengutip berita acara kesepakatan kepemilikan lahan.
Dua tahun berlalu, sebelum Presiden RI Joko Widodo meresmikan bandara yang dipuji Menteri Perhubungan RI Ignasius Jonan setara dengan bandara komersial di kota-kota besar Indonesia tersebar kabar setelah diresmikan Presiden, ganti rugi akan dibayarkan.
“Gubernur Kaltara Irianto Lambrie sudah mengusulkan dana ke pusat, setelah peresmian akan diayarkan,” demikian isu yang beredar.
Sudah lima tahun setelah Presiden RI Joko Widodo meresmikan bandar udara kebanggaan masyarakat Provinsi yang berbatasan langsung dengan tiga negara tetangga, Malaysia Timur, Brunai Darussalam, dan Philipina Selatan ini patut dipertanyakan. Itu sebab, dia bersama H Abd Latief memberi kuasa kepada Firma Hukum Openg, Pohan & Patners (OP Law) yang berkantor di Jakarta.
Penunjukan kuasa Firma Hukum Openg, Pohan & Patners dinilai kedua pemilik lahan sangat tepat, karena David Pohan sendiri putera Kalimantan Utara kelahiran Tarakan sehingga paham persis karakter, watak, dan sifat masyarakat Kalimantan Utara.
“Kami menempuh jalur hukum melalui Ketua Ombudsman RI dengan segala pertimbangan matang,” kata David Pohan membeberkan kasusnya, Sabtu (10/4/2021).
Kepala Bandar Udara Kelas 1 Khusus Juwata Tarakan sendiri yang akan dikonfirmasi infoindependen.com beberapa kali tidak berhasil ditemui. “Silahkan menulis terhadap apa yang mau ditanyakan,” kata seorang perempuan petugas memberi saran beberapa minggu lalu. (SL Pohan)