Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Pemantau Pembangunan dan Kinerja Pemerintah (DPW LP2KP) Riau menyoroti tajam lemahnya penegakan hukum terhadap aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang semakin marak di aliran Sungai Setingkai tepatnya di Desa Tanjung Harapan, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Kampar, Infoindependencom – Ketua LP2KP Riau meminta kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jenderal Bintang 2 Riau, Dr. Herry Heryawan, SIK, MH, M.Hum menindak tegas pelaku Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) dialiran Sungai Setingkai tepatnya di Desa Tanjung Harapan, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau saat ini sudah meresahkan masyarakat ramai.
Fakta di lapangan menunjukkan, aktivitas tambang emas ilegal terus berjalan tanpa hambatan, seolah-olah kebal hukum. Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat adanya dugaan konspirasi antara Aparat Penegak Hukum (APH) dengan para mafia Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah tersebut.
Sejumlah mesin domping beraktivitas menambang emas illegal di Sungai Setingkai mencemari air sungai yang sehari-hari di gunakan masyarakat. Oleh karena itu, DPW LP2KP Riau minta Kepolisian Daerah (Polda) Riau tindak tegas para pelaku PETI dengan hukum yang berlaku.
Dampak dari aktivitas dompeng PETI dilokasi Sungai Setingkai Desa Tanjung Harapan diduga rusak cukup signifikan terhadap lingkungan, meliputi kerusakan fisik sungai, pencemaran air dan tanah, serta gangguan terhadap ekosistem. Selain itu, pertambangan emas illegal juga dapat menyebabkan erosi tanah, tanah longsor, dan perubahan bentang alam.
Menurut informasi dan narasumber terpercaya di lapangan mesin dompeng yang beraktivitas dalam PETI di Desa Tanjung Harapan pemilik inisial UG. Aktivitas mesin dompeng dilokasi itu mencapai puluhan unit, bukan hanya UG yang menjalankan aktivitas PETI tersebut, masih ada nama lain, seperti JS yang dikenal selaku penyewa alat berat excavator, JD, dan WR yang diduga berkontribusi besar dalam aktivitas ilegal itu.
Masyarakat mengeluhkan, terkait aliran Sungai Setingkai yang diduga sudah semakin keruh dan bercampur tanah liat, sangat menyayangkan aktivitas yang sudah sangat merusak lingkungan dan aliran Sungai Setingkai tersebut.
Warga yang sehari-hari hidup sebagai nelayan menyampaikan, akhir-akhir ini Sungai Setingkai makin hari makin keruh, jangan kan untuk mencari ikan, nyuci kain saja ke sungai sudah tidak bisa lagi, karena airnya bercampur tanah liat.
Untuk itu, masyarakat berharap Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya Polda Riau dan jajarannya untuk segera turun, dan menertibkan aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin di aliran Sungai Setingkai Desa Tanjung Harapan. Sebelum kerusakan sungai dan lingkungan semakin hari semakin bertambah dan parah.
Ketua DPW LP2KP Riau menanggapi, praktik kejahatan ilegal mining sudah sangat marak terlihat di kawasan areal aliran Sungai Setingkai tepatnya di Desa Tanjung Harapan, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar. Jika Ilegal ini sengaja di biarkan maka masyarakat yang lain pun ikut ikutan sehingga enggan untuk mengurus izin WPR dan IUPR
“Kami meminta kepada pihak Polda Riau bapak Jenderal Bintang Dua Herry Heryawan, SIK, MH, M.Hum untuk menindak tegas dan menghentikan aktivitas Penambang Emas Tanpa Izin di aliran Sungai Setingkai tepatnya di Desa Tanjung Harapan, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar yang semakin merusak,” terang Ketua DPW LP2KP Riau, Hendriansyah di Pekanbaru, Sabtu (18/10/2025).
Ia menyampaikan, bahwa Kapolri Listyo Sigit Prabowo telah menegaskan agar jajarannya tidak segan untuk menindak seluruh aktivitas terlarang, seperti, pungli, hingga pertambangan emas ilegal.
“Untuk itu kami minta Kapolda Riau hentikan dan tangkap para pengusaha pertambangan emas ilegal. Karena Pak Kapolri telah menegaskan agar seluruh jajaran Polda untuk ditindak aktivitas pertambangan emas tanpa ijin,” tandasnya.
PETI kegiatan tanpa izin, dan memicu kerusakan lingkungan. Kegiatan ini juga memicu terjadinya konflik horisontal di dalam masyarakat. Selain itu, PETI juga mengabaikan kewajiban-kewajiban, baik terhadap Negara maupun terhadap masyarakat sekitar.
“Karena mereka tidak berizin, tentu akan mengabaikan kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawab penambang sebagaimana mestinya. Mereka tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk juga pengalokasian dananya.
Dampak sosial kegiatan PETI antara lain menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai RTRW, dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat, menimbulkan kondisi rawan dan gangguan keamanan dalam masyarakat, menimbulkan kerusakan fasilitas umum, berpotensi menimbulkan penyakit masyarakat, dan gangguan kesehatan akibat paparan bahan kimia.
Dari sisi lingkungan, PETI akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, merusak hutan apabila berada di dalam kawasan hutan, dapat menimbulkan bencana lingkungan, mengganggu produktivitas lahan pertanian dan perkebunan, serta dapat menimbulkan kekeruhan air sungai dan pencemaran air,” terangnya.
Seperti di ketahui saat ini akibat aktivitas PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.
Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan emas/mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.
Sanksi tambahan, Pasal 55 dan/atau 56 KUHP: Pelaku yang terlibat dalam kelompok atau yang menyuruh orang lain untuk melakukan penambangan ilegal juga dapat dikenakan pasal-pasal ini, yang menambah beratnya hukuman. (Tim)











